Laporan Utama
Dahlan Iskan, Menteri BUMN
24
Icshanudin Noorsy, Pengamat ekonomi
Noorsy juga mengatakan
pemerintah harus bisa melepaskan
Pertamina dari mafia minyak di tanah air.
“Kalau mau membandingkan dengan
Petronas, direktur Pertronas tidak
berganti-ganti, mereka (dirut) tetap di
sana dengan memegang prinsip yang
sehat dengan entitas bisnis bukan
politik,” ujar dia.
Mantan Dirut Pertamina, Ari
H. Sumarno mengatakan, apabila
pemerintah menerapkan kebijakan sama
dengan yang diberikan pemerintah
Malaysia kepada Petronas, maka prestasi
Pertamina akan mampu melewati
perusahaan minyak Malaysia tersebut.
Ari mengatakan, hingga tahun 2001
Pertamina tidak pernah benar-benar
merasakan keuntungan karena semua
diberikan pada pemerintah. “Semua
keuntungan ya itu dilarikan ke baja
(membangun Krakatau Steel) ke pupuk
(membangun pabrik pupuk), dan lainlainnya. Baru setelah 2001, Pertamina
merasakan keuntungannya,” ujar Ari.
Potensi Pertamina jadi sapi perah
akan terus ada, selama elit politik dan
para pengambil kebijakan bersikap
pragmatis. Mereka menggunakan
berbagai cara dan modus untuk
mendapatkan modal politik yang mahal
dalam sistem demokrasi Indonesia. Dan,
menjelang hajatan Pemilu 2014, peluang
itu terbuka lebar. Perlu pengawasan
seluruh stakeholders agar peluang
korupsi sekecil apapun bisa dicegah.
SAVE PERTAMINA, SAVE INDONESIA. G
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
istimewa
perah. “Di zaman orde baru dan pada
era Ibnu Sutowo, Pertamina jadi ATM
mereka, makanya ngamuklah kawankawan zaman reformasi. Dirombak lah
Pertamina ini,” kata Sutan, kepada GEO
ENERGI beberapa waktu lalu.
Lahirnya Undang-Undang Migas
Nomor 22 Tahun 2001 yang menjadikan
Pertamina sebagai entitas bisnis
yang berorientasi profit, bukan tak
menghilangkan unsur sapi perah
secara sistem kepada Pertamina. BUMN
Migas tersebut terus digenjot untuk
menghasilkan deviden dan pembayaran
pajak sebesar-besarnya kepada negara.
Pengamat Ekonomi Energi,
Darmawan Prasodjo, PhD menyatakan,
selama ini keuntungan yang
diperoleh pemerintah dari pemberian
profit Pertamina hanya 10% yang
dikembalikan ke Pertamina untuk
investasi. Bandingkan dengan BUMN
migas Malaysia, Petronas Berhard yang
diberikan 70% dari keuntungan negara
untuk diinvestasikan kembali kepada
Petronas.
“Dari sisi fokus kinerja, Pertamina
hanya berorientasi pada profit,
sedangkan Petronas memiliki orientasi
pada pertumbuhan pasar. Sehingga
Petronas memiliki pasar yang lebih
besar dibandingkan Pertamina,” kata
Darmawan. Ini yang menyebabkan
Pertamina kalah jauh dari Petronas.
Di luar sapi perah secara sistem,
sapi perah oknum-oknum juga masih
terasa sangat keras baunya hingga
kini. Kasus Pertamina Energy Trading
Ltd (PT Petral) yang mencuat tahun
lalu, mengindikasikan masih ada
permainan tak sedap. Petral merupakan
anak perusahaan yang didirikan
pada 1976 berdasarkan Companies
Ordinance Hong Kong, yang 99,83 %
sahamnya dimiliki oleh Pertamina. Petral
memfokuskan kegiatan usaha untuk
mendukung Pertamina memenuhi
kewajiban untuk memasok dan
memenuhi permintaan (ekspor-impor)
minyak dan gas di Indonesia.
Saking tajamnya bau korupsi di
Petral, Menteri BUMN Dahlan Iskan
mengisyaratkan pembubaran anak
usaha PT Pertamina yang bermarkas
di Singapura itu. “Alasan pembubaran
Petral agar Pertamina dapat menjalan
korporasi secara baik, citranya tidak
buruk dan bisa fokus mengelola sektor
hulu,” kata Dahlan, Februari tahun lalu.
Dahlan menjelaskan, selama ini
sejumlah kalangan menilai bahwa
Petral merupakan perusahaan tempat
korupsi para pejabat pemerintah dan
petinggi-petinggi lama Pertamina.
“Isu bahwa Petral itu dijadikan sebagai
ajang korupsi semakin merebak.
Perusahaan ini juga dijadikan ‘mainan’,
menjadi ajang mendapatkan komisi dari
ekspor impor minyak bagi orang-orang
tertentu, karena berdomisili di Singapura
sehingga sulit untuk dikontrol,” ujarnya.
Bahkan, menurut Dahlan, usulan
untuk membubarkan Petral atau tidak
lagi menjadi anak usaha Pertamina
sudah dibahas dengan Direktur
Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Dan Karen sudah menyatakan setuju
untuk membubarkan Petral. Namun,
pembubaran Petral kemudian menjadi
kontroversi kuat di masyarakat.
Belum tuntas rencana Dahlan Iskan
membubarkan Petral, ia – konon- keburu
dipanggil dan ditegur keras oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan
Hatta Rajasa di depan Karen Agustiawan.
Isu pembubaran Petral pun menguap.
Masih besarnya potensi pemerasan,
mendorong sejumlah pihak meminta
Pertamina jangan dijadikan sapi
perah. Pengamat ekonomi Icshanudin
Noorsy mengatakan pemerintah perlu
membebaskan Pertamina sebagai “sapi
perahan” agar menjadi perusahaan
minyak multinasional. “Suka tidak suka
kita punya masalah besar, kesalahan kita
adalah menyamaratakan semua BUMN
dan hanya menjadikan BUMN sebagai
sapi perahan,” kata Icshanudin.