Garuda Indonesia Colours Magazine November 2016 | Page 110

108 Travel | Semarang
While it is pleasant to sit in the grounds , the Lawang Sewu building itself is impressive and houses a collection of vintage artefacts from the golden age of rail travel .
“ Dari sini Anda dapat melihat hampir seluruh Kota Semarang ,” kata pemandu Isna Risy Diani , ketika kami memandang ke bawah dari menara pandang setinggi 99 meter di Menara Asmaul Husna , di mana Diani menghabiskan hari kerjanya menunjukkan objek-objek penting di kotanya pada ratusan pengunjung .
Dari tempat kami berdiri , saya bisa melihat sejauh lebih dari 30 km pantai utara Jawa . Namun tiba-tiba , mata saya tertuju pada sesuatu yang bagi saya bak roket-roket yang hendak meluncur ke ruang angkasa dari teras marmer yang begitu luas di bawah sana .
“ Masjid Agung Semarang itu dapat menampung hingga 5.000 jemaah ,” tambah Diani , sambil menunjuk pada keenam “ roket ” tersebut . Rupanya , yang saya lihat itu adalah payung baja elektrik modern berukuran sangat besar yang dapat dibuka setiap hari Jumat ( jika keadaan angin memungkinkan ) untuk melindungi para jemaah di halaman dari sengatan sinar matahari .
Kubah dan menara Masjid Agung Jawa Tengah yang berkilau membentuk sebuah pulau putih di antara sawah yang bagaikan laut zamrud di sekitarnya , seolah jauh dari kesan bangunan kolonial di jantung kota tua itu . Sejak menjadi pusat administrasi utama Belanda pada 1678 , Semarang telah berkembang menjadi kota terbesar kelima di Indonesia .
“ Kota Lama ini dibangun sebagai pertahanan dan juga tempat perdagangan yang secara alami terletak di daratan tak jauh dari pantai ,” Diani berkata sambil menunjuk ke arah sejumlah alat berat dengan pengangkat yang kini merupakan pelabuhan modern yang sangat sibuk .
Bahkan kini kota tua ini tetap menjadi jantung kota yang bernuansa romantis . Dengan dinding bercat putih , alun-alun yang dinaungi pohon palem dan gang-gang yang sepi , Semarang bisa digambarkan sebagai kota “ Mediterania ” yang paling apik di Indonesia .
Saya pertama kali menangkap nuansa Mediterania ini di alun-alun Tugu Muda di mana air mancur di sekitar monumen ( didedikasikan untuk penduduk setempat yang gugur dalam pemberontakan melawan penjajah Jepang pada 1945 ) memancurkan tetesan air berkilau ke udara siang yang panas . Nuansa ini bahkan menjadi