Garuda Indonesia Colours Magazine May 2018 | Page 70

Explore | Handcrafted Indonesia’s wealth of cultural handicrafts is as diverse as its many cultures. Each month we explore the archipelago’s offerings through a different traditional craft. Indonesia memiliki kerajinan tangan yang beraneka ragam. Setiap bulannya, kami akan menyuguhkan bagi Anda kerajinan tangan khas dari setiap daerah. The big and small tubes of bamboo signify the development of mankind, with bigger tubes embodying human aspirations to become a greater self and smaller tubes depicting the dreams of an individual. Together, the tubes create a harmonious relationship, describing life as it should be. Angklung dan ukuran tabung bambunya memiliki tujuan filosofis yang melambangkan kesalingbergantungan dalam kehidupan manusia. CULTURAL MUSIC OF WEST JAVA A popular musical instrument that derives its name from the swaying body motion of its players, the angklung has been in use in West Java since well before the Hindu era. Comprising a bamboo frame and bamboo tubes that make a sound once struck, the angklung became prominent during the time of the Kingdom of Sunda, when the instrument was played to honour the goddess of fertility, Dewi Sri. Originally based on the pentatonic scale, the angklung was modified in 1938 by a teacher from Hollandsch-Inlandsche School, Daeng Soetigna, to have a diatonic scale, assisting in the instrument’s return to popularity in education and entertainment. In line with its usage in religious ceremonies, the angklung and its bamboo tube sizes serve a philosophical purpose, symbolising the interdependency of human lives. Angklung, alat musik populer yang namanya berasal dari bahasa Sunda yang berarti ‘gerakan berayun’, telah digunakan di Jawa Barat jauh sebelum era Hindu. Terdiri atas bingkai bambu dan tabung bambu yang menghasilkan suara saat digoyangkan, angklung mulai terkenal pada masa Kerajaan Sunda. Kala itu, angklung dimainkan untuk menghormati dewi kesuburan, Dewi Sri. Pada tahun 1938, seorang guru Sekolah Hollandsch-Inlandsche bernama Daeng Soetigna memodifikasi angklung, yang mulanya bernada pentatonik menjadi diatonik, sehingga menambah popularitasnya di dunia pendidikan dan hiburan. Mengingat alat musik ini digunakan dalam upacara keagamaan, angklung dan ukuran tabung bambunya memiliki tujuan filosofis yang melambangkan kesalingbergantungan dalam kehidupan manusia. Tabung bambu besar dan kecil pada angklung melambangkan perkembangan manusia. Tabung besar mewakili aspirasi manusia untuk mengembangkan diri, sementara tabung yang lebih kecil menggambarkan harapan seseorang. Kedua tabung menciptakan hubungan yang harmonis dan menggambarkan kehidupan yang ideal. 68