Garuda Indonesia Colours Magazine March 2015 | Page 118
116
Travel | Berastagi
Here you can sit and enjoy
the breathtaking panoramic
view of green rolling hills
while eating warm, delicious
sweet corn.
Hidup berdampingan
dengan gunung api yang
sangat aktif mengandung
konsekuensi tantangan
yang berbeda.
dengan sayur-mayur, buah-buahan, serta
bunga yang tumbuh di tengah iklim sejuk
dan tanah yang sangat subur.
Dalam perjalanan darat dari Medan di akhir
pekan, saya melewati sejumlah desa serta
hutan cagar alam, yang berada di sepanjang
jalan sempit yang berkelok dan mendaki.
Selang beberapa jam mengemudi, saya
mematikan AC mobil lalu membuka jendela
membiarkan embusan udara pegunungan
yang segar memasuki mobil. Kira-kira setelah
kembali berkendara selama 10 menit, saya
berhenti di perhentian pertama: sebuah
warung jagung bakar dan jagung rebus di
pinggir jalan. Saya memesan kedua jenis
jagung itu, bersama teh manis panas untuk
melegakan dahaga. Lokasi warung pinggir
jalan ini sedikit berbahaya—berada persis
di pinggir jalan yang (sangat) sempit. Tetapi
konstruksi warung ini tampak kokoh, dan
pemandangan pada ketinggian ini benarbenar memesona. Lembah hijau nan subur
serta hutan lebat membentang di sekitarnya.
Saat cuaca cerah, Anda dapat melihat
hamparan hutan membebat pemandangan
hutan beton di Kota Medan dari kejauhan.
Saya pun menghabiskan pesanan jagung
saya yang manis dan empuk sebelum
kemudian melanjutkan perjalanan.
Saya sudah memesan penginapan di
Nachelle Homestay, tepat di samping jalan
utama kota dan hanya berjarak 10 menit jalan
kaki dari jantung Kota Berastagi. Penginapan
ini bergaya rumah toko, dikelola pasangan
yang ramah, Mery dan Abdy. Kamar dan
fasilitasnya sederhana, namun bersih dan
nyaman karena semua kebutuhan tersedia
lengkap, termasuk air panas.
Abdy, tuan rumah sekaligus pemandu saya
di Berastagi ini adalah penduduk setempat
yang fasih berbahasa Inggris, Perancis, dan
Indonesia, termasuk dialek Karo lokal.
Dia mengajak saya naik ke atap untuk
menunjukkan pemandangan yang memukau.
Gunung Sinabung berdiri tegak nan angkuh,
kemudian mendadak sontak, meludahkan
segumpal abu vulkanik ke udara. Saya cemas
pada mulanya, namun Abdy meyakinkan
saya, itu bukan erupsi besar. Hidup
berdampingan dengan gunung api yang
sangat aktif mengandung konsekuensi
tantangan yang berbeda. Dengan tenang,
dia mengangsurkan masker kepada saya
untuk dipakai kemudian menyarankan
agar kami menjelajah bagian luar kota
dahulu selama menunggu abu reda.
Dia mengantarkan saya untuk melihat Air
Terjun Sipiso-piso, sekitar 45 menit dari
penginapan. Secara harfiah, nama Sipisopiso bermakna ‘pisau’ dan berasal dari
dinding tebing bergerigi, tempat air jatuh
dari ketinggian 120 meter menuju sebuah
jurang sempit di bawahnya. Sebuah
pemandangan yang mengagumkan.
Ditambah lagi, di arah yang berlawanan
dengan air terjun, Anda dapat melihat ujung
utara danau terbesar Indonesia, Danau Toba.
Dalam perjalanan kembali ke kota, kami
mampir ke dua desa tradisional, Dokan dan
Lingga, yang masih mempertahankan adat
Batak Karo tua. Salah satu aspek budaya
yang paling khas adalah arsitektur Batak
Karo tradisional dengan rumah-rumah