Garuda Indonesia Colours Magazine March 2014 | Page 88
86
Explore | Fashion
ABOUT THE
SHOOT
MINANG
BRIDES
This month, our fashion
shoot delves into the
culture of Indonesia’s
fourth largest ethnic
group: the Minangkabau.
The Minangkabau, also known as Minang
people, live primarily in Sumatra, Indonesia’s
westernmost island and the sixth largest in
the world. Their culture is famously unique
for being the largest of the world's few
remaining matrilineal societies, meaning they
recognise descent and inheritances through
the female lineage.
Traditionally, a Minangkabau marriage is
the prerogative of the maternal family of
the bride and it is customary for the bride
and her family to arrange most of the
wedding plans, including making the
marriage proposal. Numerous cultural
practices and customs are involved and
the wedding itself usually entails several
ceremonies over a fortnight and
numerous highly elaborate costumes.
Des Iskandar’s creations explore the lavish
and authentic details of these traditional
costumes, representing a geographic sampling
of the land of the Minangkabau, from the
delicate fringed fabrics and golden necklaces
of Koto Gadang and the soft velvets and gold
lace of Payakumbuh to the rich gold-studded
kurung dresses of Solok Salayo and the ornate
head decorations of Kurai Limo Jorong.
Halaman mode bulan ini mengangkat
budaya dari suku terbesar keempat di
Indonesia: suku Minangkabau.
Suku Minangkabau, atau orang Minang,
tinggal di Sumatera, di pulau yang berad a
di sebelah barat Indonesia dan pulau terbesar
keenam di dunia. Budaya Minangkabau
terkenal unik dengan adat matriahatnya
yang mengikuti alur keturunan ibu.
Pernikahan adat Minangkabau merupakan
hak istimewa keluarga perempuan dan sudah
menjadi adat kebiasaan bagi pihak pengantin
perempuan serta keluarganya untuk mengatur
pernikahan, termasuk juga membuat lamaran.
Berbagai adat kebiasaan dan tradisi pun
dilaksanakan. Pernikahan itu sendiri biasanya
diikuti dengan upacara yang berlangsung
selama dua minggu dengan melibatkan
banyak busana pengantin.
Dalam karyanya, Des Iskandar berusaha
mengeksplorasi detail dari busana tradisional
yang mewakili sejumlah daerah di Padang,
mulai dari kain berumbai, kalung keemasan
Koto Gadang dan beludru lembut dengan
benang emas dari Payakumbuh hingga baju
kurung yang dihiasi manik-manik keemasan
dari Solok Salayo serta hiasan kepala dari
Kurai Limo Jorong.