Garuda Indonesia Colours Magazine January 2020 | Page 95

Travel / Archipelago Journal Pulau Dodola telah menjadi tujuan wisata populer, khususnya di kalangan pelancong muda. Pulau ini sebenarnya terdiri atas dua pulau mungil yang dinamai sesuai ukuran masing-masing, yakni Dodola Besar dan Dodola Kecil. Keduanya terpisah oleh jarak tak sampai 500 meter. Tiap hari, dari jam 10 pagi hingga matahari terbenam, air laut terbelah dan pasir membentang bagai jembatan alam. Ketika menjejakkan kaki di antara kedua pulau dan menatap hijau teduh pepohonan cemaranya, saya paham mengapa foto-foto keindahan Dodola mampu membuat siapa pun yang melihatnya tergoda untuk berkunjung. Secara keseluruhan, terdapat lebih dari 30 pulau di wilayah Kabupaten Morotai. Butuh berbulan-bulan jika ingin menyambangi semuanya. Pulau terluasnya yakni Pulau Rao, yang berada tepat di rusuk barat Pulau Morotai, masih jarang disambangi karena medannya yang sulit. Sisanya adalah pulau-pulau yang luasnya kurang dari 5 km 2 . Saya memperhatikan adanya kecenderungan pulau-pulau di kawasan ini dinamai dengan sebutan yang berulang. Selain Pulau Zum-zum, ada Pulau Rube- rube, Pulau Ruki-ruki, Pulau Kapa- kapa, Pulau Ngele-ngele, Pulau Lum-lum, dan Pulau Galo-galo. Sarwan menjelaskan makna nama-nama itu tetapi dia tidak tahu kenapa kebanyakan menggunakan kata ulang. “Mungkin leluhur kami ingin nama pulau-pulau ini terdengar unik,” katanya santai. Sebelum menjadi kabupaten otonom, 12 tahun lalu Morotai adalah bagian dari Kabupaten Halmahera Utara. Hasil bumi daerah ini cukup melimpah, sebagaimana wilayah lainnya di Maluku yang dianugerahi rempah-rempah serta tanaman berkayu. Begitu juga hasil lautnya. “Tidak sulit untuk mendapatkan makanan di Morotai,” ujar Sarwan. Tapi kendala utama daerah ini berkutat pada transportasi dan infrastruktur yang kurang memadai maksimal, terutama penghubung antar-pulau serta daerah- daerah di utara. Namun di sisi lain, hal ini justru bisa memikat para petualang yang gemar mencari tempat-tempat yang belum terjamah dan mereka yang berhasrat menemukan “harta tersembunyi”. Bicara soal harta tersembunyi, dunia bawah laut Morotai diam-diam telah menjadi destinasi favorit para penyelam berpengalaman. Terumbu dengan tebing-tebing karang yang subur dapat ditemukan di antara pulau-pulau dan tepiannya. Jumlah situs penyelaman yang telah terdata saat ini hampir menyamai jumlah pulaunya. Kawanan hiu menjadi pemandangan yang lazim dijumpai di sebagian besar lokasi menyelam di Morotai. Hiu sirip hitam, hiu sirip putih dan hiu karang kelabu berbagi habitat dan mudah dijumpai di sisi selatan Morotai seperti di Blacktip Point, Grey Shark Point, Terminal Gurango, Aru Point, atau Sore Point. Tidak hanya melihat, Anda pun bisa interaksi dengan kawanan hiu ini di beberapa lokasi, seperti di Mitita Point, di mana penyelam profesional dengan baju berlapis besi leluasa memberi makan hiu. Sisa-sisa Perang Dunia Kedua pun turut menghiasi dunia bawah laut Morotai dan menjadi salah satu primadona para penyelam dunia. Kata Sarwan, bermacam kendaraan tempur Sekutu seperti mobil, tank, sampai pesawat terbang yang tidak dibawa kembali ke Amerika usai perang ditenggelamkan di laut seputaran Morotai. Salah satu lokasi populer yang dekat dengan Bandara Leo Wattimena adalah Lapangan Pante Wama Point. Pada kedalaman 30–50 meter, teronggok dua bangkai pesawat berlumur koral. Sehari sebelum pulang, saya menyempatkan melongok puing-puing tank amfibi milik Sekutu yang terhantam bom di Gotalamo. Sepasang wisatawan asing turut hadir di situ. Sembari mencatat sesuatu, salah satunya berujar, “Pulau ini memuaskan dua dahaga kita sekaligus, sejarah yang sengit dan alam yang eksentrik.” Saya tersenyum. Demikianlah Morotai. 3 1. Visitors have fun on Pasir Timbul, a sand bank that emerges at low tide. 2. The Ternate Kasturi or Chattering Lory (Lorius garrulus) is endemic to North Maluku. Its striking red plumage is a brilliant sight. 3. Divers in Morotai should watch out for World War II wrecks among the coral. Getting there TTE Garuda Indonesia flies 7 times a week to Ternate. Flight time from Jakarta is 3 hours 20 minutes. Stay Moro Ma Doto Situated in Buho-Buho Village, Moro Ma Doto is a traditional yet modern resort. The traditional elements of Morotai are projected on the property design. The resort was designed by an international award winning architectural firm, Habitat 5, that is based in Bali. +62 811 3801 699. D'Aloha Resort With 25 cottages, the resort offers VIP Villas with one or two bedrooms. The resort restaurant can accommodate up to 300 pax, serving both local and international fare. +62 812 9900 0560. 93