Garuda Indonesia Colours Magazine January 2020 | Page 94
Travel / Archipelago Journal
1
ika diperhatikan saksama, dari Army Dock hingga
J
bagian selatan Morotai membentuk semenanjung
serupa ekor pari yang dihiasi deretan nyiur...
2
Jika diperhatikan saksama, dari Army
Dock hingga bagian selatan Morotai
membentuk semenanjung serupa ekor
pari yang dihiasi deretan nyiur,
penginapan-penginapan ukuran
menengah dan sebuah Museum
Perang Dunia II. Ujung dari
semenanjungnya, Tanjung Dehegila,
adalah lokasi terbaik untuk menyaksikan
matahari terbit. berhadapan dengan Army Dock, yang
menurut Sarwan, “pernah dihuni
manusia paling ditakuti di dunia.” Pulau
ini tidak berpenghuni namun saban hari
selalu saja ada kapal yang menurunkan
pelancong di dua dermaga kayunya.
“Beberapa dekade sebelumnya, Pulau
Zum-zum dianggap angker, karena
dikerubungi tumbuhan lebat dan
kisah-kisah menyeramkan tentang
Perang Dunia Kedua. Sekarang
keadaaan sudah berubah, kendati tetap
berhutan, dan kisah serta peninggalan
perang malah menjadi daya tarik,”
terang Sarwan. Di antara gua-gua
persembunyian, bungker, dan rongsokan
bangunan tua, saya menemukan sosok
manusia paling ditakuti dunia tersebut
dalam wujud sebuah patung; Douglas
MacArthur, jenderal Amerika yang
tersohor karena peran pentingnya bagi
pasukan Sekutu di Pasifik.
Keesokannya, kami bertamasya ke
Pulau Zum-zum, salah satu pulau yang Dari Pulau Zum-zum, kami berlanjut
menyambangi Pulau Kolorai.
Pertempuran Morotai menjadi gerbang
kemenangan Sekutu di wilayah lainnya.
“Filipina harus berterima kasih kepada
kami,” kata Sarwan berseloroh. Ia
mengurai sejarah kampung halamannya
sembari kami menghabiskan petang di
tepian barat Daruba yang dikenal dengan
nama Army Dock, lokasi yang amat
tenang sekaligus ideal untuk
mendaratkan kapal perang, dengan latar
pulau-pulau bercincin pasir putih.
92
Ukurannya separuh lebih kecil dari
Pulau Zum-zum, namun dihuni sekitar
100 keluarga nelayan. Setahun silam,
sebuah program dicanangkan untuk
mengubah Kolorai menjadi kampung
warna-warni dengan rumah-rumah
bercat hijau, biru dan jingga. Dari
pagi sampai sore, anak-anak berenang
tak kenal lelah di lautnya yang bening,
sementara para pria dewasa memancing
ikan dengan bilah bambu panjang.
Mengapit Kolorai pada bujur yang
sama, menyembul Pulau Dodola
di utara dan Pulau Kokoya di selatan.
“Jika diperhatikan baik-baik, ketiganya
hanya dipisahkan oleh ceruk pasir.
Mungkin beberapa abad lalu, pulau-
pulau ini sebenarnya satu daratan,”
Sarwan berujar sambil menunjuk
pada laut pirus antara Kolorai dengan
Dodola. Saya meyakini hal yang sama,
sebab ketika laut surut, hamparan
pasir tampak menyatukan satu
pulau dengan pulau lainnya.