Garuda Indonesia Colours Magazine April 2019 | Page 127
Business / Interview
Yozua Makes adalah seorang pendidik, pengacara,
dan pengusaha. Bagaimana dia memberi citra pada
Indonesia di tengah pariwisata dunia?
I/ Tahun ini, nama Yozua Makes
masuk dalam daftar penerima Lifetime
Achievment Award dari Marquis Who’s
Who. Namanya tergabung dengan
nama-nama lain yang berpengaruh
dari kelompok elite di berbagai belahan
dunia. Di Indonesia, Dr. Yozua Makes
SH., LLM., MM adalah sosok yang unik.
Ia adalah seorang Dosen Luar
Biasa di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia dan Universitas Pelita Harapan
yang memperoleh pendidikan di UI
dan berbagai universitas terkemuka
di Asia dan Amerika Serikat, sekaligus
seorang pakar hukum yang dikenal ahli
membidangi transaksi trans-nasional.
Melalui firma hukum miliknya, Makes &
Partners, ia telah menangani sejumlah
klien besar, di antaranya Lippo Group,
Djarum Group, UOB Bank, CVC
International dan KKR.
Selain pendidik dan pengacara,
Yozua adalah juga seorang pengusaha
hotel dan restoran yang tengah melesat
lewat brand ciptaannya: Plataran. Tahun
ini Plataran Group telah memasuki
usia ke-10. Hotel Plataran tersebar
di berbagai belahan eksotis bumi
Indonesia, dari Borobudur, Ubud,
Labuan Bajo hingga yang terbaru
di Bromo. Bagaimana pengacara
yang setiap tahun terdaftar sebagai
Asia Leading Lawyer dari Asia Pacific
The Legal 500 ini memutuskan
untuk masuk ke bisnis pariwisata?
“Saya masuk ke bisnis pariwisata
secara tidak sengaja,” kata Yozua
dengan gaya bicara yang membumi.
“Awalnya saya dan istri, yang juga
merupakan pengajar di Universitas
Indonesia, hanyalah pencinta budaya
dan situs-situs kebudayaan Indonesia.
Kemudian kami memutuskan untuk
menjadikan vila pribadi kami di Canggu
sebagai hotel Plataran pertama. Dari
sana kemudian berkembang sampai
seperti sekarang. Dulu kami tidak pernah
menyangka bisa jadi sebuah grup
perhotelan dan restoran. Cita-cita
kami sebenarnya sederhana saja,
yaitu berkiprah untuk kemajuan
Indonesia dan orang Indonesia. Sampai
sekarang, itu yang tetap kami pegang
teguh,” ujar pebisnis berdarah Bali-Jawa
yang gemar mengoleksi benda antik ini.
Hingga kini, Indonesia dan
keindonesiaan adalah ciri khas Plataran
yang terus dipertahankan. Itu berlaku
bagi setiap resort dan cabang
restorannya, termasuk satu restoran
Plataran di Tokyo, Jepang. Keindonesiaan
itu tidak hanya tampil sebagai dekorasi
interior atau keramahan para
pramusajinya saja, tapi telah meresap
sebagai konsep yang menjiwai hampir
setiap aspek bisnisnya, dari marketing
sampai landscaping.
Setiap lokasi hotel Plataran adalah
titik-titik eksotis yang menyatu dengan
alam dan budaya masyarakat setempat.
Lanskapnya memperhitungkan aspek
kearifan lokal, sehingga setiap resort
bukan semata tempat untuk bermalam,
tapi telah dirancang agar menyatu dengan
alam sekitar. Sering kali Plataran memilih
kontur tanah yang indah di dataran
yang cenderung tinggi dan berjenjang
agar bisa mendapat pemandangan
alam 360 derajat. Tamu-tamu yang
bermalam tidak hanya bisa menikmati
segala kemewahan khas hotel bintang
lima, tapi lebih dari itu, mereka bisa
bersentuhan langsung dengan alam
dan budaya masyarakat setempat.
Hospitality with Impact
“Menurut saya, bisnis pariwisata
itu tidak bisa dipisah dari aspek sosial
di sekitarnya sebagai konsep bisnis
yang berkesinambungan. Tinggal
di hotel yang tidak berinteraksi dengan
alam dan masyarakat sekitar akan terasa
seperti tinggal di dalam mercusuar
yang dingin dan angkuh. Di Plataran,
kami selalu melibatkan masyarakat
sekitar, termasuk UKM setempat,
beserta budayanya sebagai bagian
dari daya tarik pariwisata,” kata dosen
kelas khusus internasional yang
menjabat sebagai CEO Plataran ini.
disebut sebagai “God’s Secret
Courtyard”. Di tahun 2016 dan 2017,
Plataran L’Harmonie dianugerahi World
Sustainable Destination Top 100
oleh Green Destination Organization
dan di tahun 2018 menerima
penghargaan Luxury Forest Resort
dari World Luxury Hotels Award.
Tahun ini, Yozua tengah gencar dengan
kampanye bertagar “hospitality with
impact”, suatu imbauan agar pelaku
pariwisata mempertimbangkan dampak
sosial dan alam pada setiap aktivitas
wisata. Bagi Yozua, ini bukan sekadar
tagar, tapi sudah teruji oleh pengalaman
10 tahun membesarkan Plataran, dan
telah meresap sebagai filosofi bisnisnya.
“Bisnis dan dampak sosial itu seperti
ayam dan telur. Bagi saya, bisnis datang
lebih dulu, untuk kemudian memberi
dampak pada sosial. Ini yang saya
jalankan selama 10 tahun membangun
Plataran dan akan terus menjadi filosofi
bisnis kami ke depannya,” ujar Yozua
yang memilih kalimat “A True Indonesian
Icon” sebagai tagline Plataran.
Ia ingin memopulerkan Indonesia ke
kancah dunia lewat situs-situs pariwisata
ikonis miliknya. Di setiap situs itu, ia ingin
orang merasakan pengalaman asli
Indonesia yang tak lekang diterjang
zaman. Terakhir, ia ingin setiap proyeknya
dikenang sebagai upaya dari Indonesia,
untuk memberi dampak positif bagi
masyarakat Indonesia.
Seiring kampanye “hospitality with
impact” yang kian gencar, kita tunggu
saja apa kejutan-kejutan mendatang dari
pebisnis Indonesia yang penuh ide ini
ke depannya.
Kepeduliannya pada alam juga tecermin
pada Plataran L’Harmonie, sebuah
wilayah hutan konservasi flora dan fauna
di Bali bagian barat. Di sini para tamu
bisa menyaksikan interaksi alami fauna
di sana, di tempat yang oleh Yozua
Kepeduliannya pada alam juga tecermin pada
Plataran L’Harmonie, sebuah wilayah hutan
konservasi flora dan fauna di Bali bagian barat.
125