Komunitas Pitu Room, Tak Sekadar Cafe
Kesenian di Sumatera Utara yang statis, telah lama menjadi keprihatinan
tersendiri bagi Wakil Ketua Komisi I DPR RI Drs Ramadhan Pohan MIS.
Bagi dia, Sumatera Utara dahulu merupakan lumbung seniman-seniman
besar. Namun, saat ini seakan mengalami kemunduran.
S
UMUT kini tidak lagi
dikenal sebagai pencetak
seniman-seniman andal.
Bukan karena kurangnya
pelaku-pelaku seniman,
tetapi karena kurangnya perhatian dari
pemerintah setempat untuk menggali
potensi yang ada.
Hal tersebut
disampaikan oleh
Komunitas Pitu
Room, sewaktu
bertemu dengan
Ramadhan
Pohan, Jumat
(27/9) di
Pitu Room
Café,
Medan.
’’Saat ini
boleh kita
bilang hampir
tidak ada
Bang ruang bagi
seniman di Medan
untuk berkreasi,’’
papar Elisantus Sitorus,
selaku pengelola Pitu Room
cafe. ’’Bahkan, tidak ada perhatian
pemerintah terhadap kesenian
Sumatera Utara.’’
Itulah salah satu yang menjadi
alasan Komunitas Pitu Room berdiri.
Berawal dari ide untuk membangun
ruang seni di Medan yang dapat
menampung keluhan anak muda,
Elisantus Sitorus dan Ratna Sillalahi,
berinisiatif untuk membentuk komunitas
ini. Pitu Room didirikan oleh pasangan
suami istri ini, sekitar 3 tahun lalu
setelah Elisantus kembali dari Jakarta
dan berniat untuk menetap di Medan.
Awalnya Elisantus hanya diberi
tempat oleh orangtuanya, Ir. S. M.
Sitorus, untuk mengembangkan usaha.
12 |
GARDU ASPIRASI • NOVEMBER 2013
Namun, perkembangan kesenian yang
memprihatinkan, --dan pemerintah
setempat tidak kunjung memberikan
ruang bagi seniman--, maka Pitu
Room cafe pun disulap selain menjadi
ajang usaha juga menjadi
tempat berkumpulnya
komunitas
seniman.
’’Pada
awalnya kami justru
tidak berniat mendirikan
komunitas seniman. Namun karena
banyak sekali teman-teman yang
mengeluh tidak ada tempat berkreasi,
ya sudah kita berpikir kenapa tidak kita
fasilitasi aja,’’ tambah Ratna, menceita
r
kan awal mula berdirinya Pitu Room.
Elisantus dan Ratna adalah
seniman. Elisantus seorang pemain
gitar, sedangkan Ratna adalah seorang
pemain teater. Kecintaan mereka pada
seni mendorong membantu memajukan
kesenian Sumatera Utara. Bahkan,
ketika ditanyakan apakah ada pekerjaan
lain, keduanya kompak menjawab tidak.
’’Penghasilan kita ya cuman dari Pitu
Room ini. Kita tidak mau profesi lain,
kita mau fokus di sini aja, di bidang
kesenian saja,’’ papar Ratna.
Sejumlah kegiatan telah banyak
dilakukan komunitas Pitu Room. Salah
satunya adalah pementasan rutin di
Pitu Room Café, setiap hari Jumat.
Pementasan ini tidak memungut
biaya bagi band/individu yang ingin
tampil. Dana pemasukan dipungut dari
penonton yang dikenakan tiket seharga
Rp 10.000 yang dapat diganti dengan
Ice Tea.
Band yang ingin tampil justru
tidak harus band yang sudah
memiliki nama. ’’Siapa
saja boleh tampil,
bahkan anak-anak
SD atau SMP yang
mau ngeband juga
kita persilakan. Jadi
mereka bisa latihan
buat tampil di
depan orang,’’ ucap
Elisantus.
Mengenai genre
musik yang dimainkan,
menurut Elisantus, bebas.
’’Mau blues, jazz, easy
melody, metal, rock, silakan. All
genre kita terima,’’ paparnya.
Selain pementasan rutin tiap Juma,
kegiatan lain yang dilakukan adalah
kegiatan Seni dan Budaya, setiap
Selasa. ’’Jadi yang mau ngeband
silakan, yang mau puisi silakan, yang
mau teater silakan. Kita bebasin kawankawan mau ngapain,’’ papar Ratna.
Pitu Room juga telah beberapa kali
membantu mengorbitkan band pemula.
Sebab, menurut mereka, serin gkali cafe
atau label rekaman hanya membantu
band-band besar yang sudah memiliki
nama.
Ke depan, Pitu Room ingin
menggelar Theater for Education.
Konsep dari kegiatan ini, adalah
memberikan pelatihan teater kepada
siswa-siswa yang ada di sekolah Deli
Serdang dan Medan. Kegiatan lain
adalah Stand Up Comedy, melihat
minat anak muda Medan semakin
berkembang. (adelita)