laporan utama
Dimulai, Pembahasan RUU Penyiaran
Wakil Ketua Komisi 1
DPR RI Drs Ramadhan
Pohan MIS berbincang
dengan Menteri
Komunikasi dan
Informatika (Menkominfo)
Tifatul Sembiring saat
Rapat Kerja antara
Komisi 1 DPR RI dan
Kementerian Komunikasi
dan Informatika
membahas RUU
Penyiaran di Senayan
(23/9).
FOTO: SUKANDAR
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring
menegaskan, pembahasan RUU Penyiaran hendaknya memperhatikan
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah pasal dalam UU
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
P
UTUSAN MK yang harus di
per atikan itu, antara lain No
h
06 Tahun 2009 yang mengatur
mengenai larangan penayangan
iklan rokok di televisi, dan putusan
MK No 78 Tahun 2011 mengenai pengaturan
permodalan kepemilikan asing, pemusatan
kepemilikan, dan kepemilikan silang.
’’Pemerintah berpandangan bahwa
perubahan yang diusulkan dalam RUU
Penyiaran ini harus berorientasi pada
perbaikan yang berbasis efisiensi
dan efektifitas. Di samping itu harus
memperhatikan kepentingan masyarakat
dan keberlangsungan penyelenggaraan
penyiaran. Dan, penyelenggaraan penyiaran
yang sesuai dengan jati diri dan identitas
bangsa,’’ tuturnya dalam raker dengan
Komisi I DPR RI, Senin (23/9).
Komisi I DPR RI menggelar raker
tingkat I untuk memulai pembahasan awal
RUU Penyiaran. Selain Menkominfo, juga
menghadirkan Menkumham, Kemenkeu,
Kemendagri, dan Kementerian PAN dan
Reformasi Birokrasi.
Selain Ketua Komisi I DPR Mahfudz
Siddiq, raker itu juga dihadiri Wakil Ketua
Komisi I DPR RI Drs Ramadhan Pohan MIS.
Raker membahas penjelasan DPR
terhadap RUU Usul Inisiatif DPR tentang
Penyiaran. Agenda berikutnya mengenai
tanggapan pemerintah terhadap RUU
tersebut dan pembahasan materinya.
Menurut Tifatul, perubahan terhadap
UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
sudah seharusnya selaras dengan misi
bersama, dalam menjaga keutuhan NKRI,
meningkatkan pertumbuhan industri
penyiaran, memperluas akses masyarakat
terhadap informasi, dan meningkatkan peran
an penyiaran dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui pengawasan isi siaran.
Tifatul mengatakan, RUU Penyiaran
haru tetap menjaga atas keberagaman
s
isi, keberagaman kepemilikan media, yang
menjadi filosofi lahirnya UU No 32 Tahun
2002.
’’Pemerintah dalam kesempatan ini
mengusulkan, dalam penyelenggaraan
penyiaran bahwa penyiaran semestinya
diselenggarakan dalam sistem penyiaran
nasionalnya, di mana spektrum frekuensi
radio dikuasai oleh negara dan dikelola oleh
pemerintah,’’ tegasnya.
Pemerintah mendukung pembahasan
dan penyelesaian RUU Penyiaran bersama
DPR, sebagai upaya perbaikan regulasi
penyiaran dalam negeri, agar lebih baik lagi
dari saat ini.
Dengan demikian, upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui tayangan media
penyiaran dengan program-program
berkualitas yang mendidik, bisa tercapai.
Pemerintah, kata dia, sependapat
dengan DPR bahwa pembentukan RUU
Penyiaran dimaksudkan untuk menjadi
landasan hukum yang komprehensif dalam
penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.
’’Karena itu, pemerintah berpandangan
serta menyarankan dalam pembahasan
RUU ini nantinya kita senantiasa berpegang
pada UUD NRI Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan, antara lain UU No
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,’’ ujarnya.
Sistem penyiaran nasional, tambah
Tifatul, diselenggarakan dengan sistem
penyiaran lokal, sistem stasiun jaringan
dan penyiaran nasional. Sementara,
jasa penyiaran secara umum terdiri dari
jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran
OKTOBER 2013 • GARDU ASPIRASI |
3