Edisi XVIII Jun 2022 Internet & Keluarga XVIII Jun 2022 | Page 35

EDISI

XIII

Tak terasa sudah 2 tahun A & O Magazine berdiri. Sejauh ini, A & O Magazine telah dikunjungi lebih dari 3,500 kali serta mendapat lebih dari 360 'like' di Facebook. Edisi kali ini adalah rekapitulasi tema besar edisi A & O Magazine selama 2 tahun. Berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, edisi kali ini menampilkan tema-tema pilihan A & O dalam bentuk video

Menurut Glick and Fiske (1996), kelompok pertama dapat disebut dengan seksisme yang agresif

(hostile sexism) sedangkan kelompok kedua disebut dengan non-agresi seksisme (benevolent sexism).

Meski yang satu terkesan lebih halus dibandingkan yang lain, kedua kelompok besar tersebut sama-

sama menghambat perempuan. Mengapa demikian? Coba kita ambil contoh penilaian sikap perempuan dari kedua kelompok tsb di dunia kerja. Jika seorang perempuan yang memberikan / mendelegasikan tugas, kelompok seksisme yang agresif akan berpendapat bahwa perempuan itu bossy. Sedangkan, kelompok kedua, dengan sikapnya yang memuja

perempuan dapat bertindak “your wish is my command”. Mengapa hal ini bermasalah dalam dunia kerja? Sikap kelompok pertama dapat menghasilkan keengganan dalam menjalankan tugas. Sehingga, ybs bisa tidak mencapai kinerja yang optimal. Sikap kelompok kedua juga berpotensi untuk mencapai kerja yang maksimal karena sikap “your wish is my command” bisa menghilangkan sikap kritis dan inovasi dalam bekerja.

Mari kita lihat contoh kedua. Misalnya seorang perempuan bersikap tegas di tempat kerja. Kelompok

pertama akan menginterpretasikan bahwa ia emosional, kejam, tidak punya perasaan, dan tidak dapat

mengontrol diri. Kelompok kedua akan berpikir bahwa memang pada dasarnya perempuan lebih mengandalkan emosi dibandingkan mengandalkan logika dalam bekerja. Contoh lain misalnya seorang perempuan mendapat promosi di tempat kerja. Kelompok pertama bisa

berpikir bahwa perempuan itu pasti tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Kelompok kedua dapat berpikir bahwa fungsi perempuan sebagai pemimpin hanya sebagai koordinator saja dan ia tidak akan mungkin turun ke lapangan. Memang terkesan kelompok pertama lebih kejam dalam menilai perempuan dibandingkan kelompok kedua. Meski demikian,

dari contoh-contoh di atas, kita dapat melihat bahwa baik kelompok pertama

maupun kelompok kedua sama-sama berpotensi menghambat potensi dan kinerja perempuan di tempat

kerja. Menghambat potensi dan kinerja ini tidak hanya berimbas pada perempuan itu sendiri, namun

juga pada kinerja tim dan bahkan pada kinerja perusahaan. Mengapa demikian? Hal ini karena jika satu

karyawan dapat mencapai potensi dan kinerja yang maksimal, hal ini dapat berimbas positif pada tim

dan pada perusahaan. Demikian pula sebaliknya, jika potensi dan kinerja seorang karyawan terhambat,

maka hal ini akan berimbas pada kinerja tim dan bahkan kinerja perusahaan.

Jika anda perhatikan, dua kalimat terakhir pada paragraf sebelumnya menulis tentang seseorang tanpa

menyebut identitas gender. Lalu bagaimana praktek di dunia kerja jika seseorang dinilai tanpa harus

memberikan embel-embel gender tertentu?

Mari kita kembali ke contoh-contoh di atas. Jika seseorang memberikan / mendelegasikan tugas, baik

perempuan maupun laki-laki, ia sedang bekerja sama dengan orang lain, baik perempuan maupun laki-

laki. Kerjasama dibutuhkan kemampuan dari semua pihak. Dengan demikian, pikiran, pendapat,

keahlian, dan bahkan perasaan dari semua pihak pun dibutuhkan untuk mencapai target.

Lalu berkenaan contoh kedua soal bersikap tegas. Jika sikap tegas ditunjukkan oleh laki-laki, ia bahkan

bisa dilabeli berjiwa kepemimpinan. Mengapa label yang sama tidak diberikan kepada perempuan?

Jika seseorang bertindak tegas, hal itu terkait dengan batasan yang diberikan oleh orang tsb. Batasan ini

berfungsi untuk menjaga standar, profesionalitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengan

perusahaan. Dengan demikian, sikap tegas dibutuhkan dalam bekerja terlepas dari gender seseorang.

Sehubungan dengan promosi di tempat kerja. Promosi diasumsikan sebagai suatu tahap dimana

seseorang telah mencapai keahlian dan kemampuan tertentu sehingga ditempatkan di posisi yang lebih

tinggi dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian, apapun tugasnya sebagai pemimpin, ia harus dan

mampu untuk melakukan tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang diembankan kepadanya,

terlepas gender apa yang dimiliki oleh orang tsb.

Dengan demikian, baik seksisme yang agresif maupun seksisme yang non-agresi sama-sama berpotensi

menghambat perempuan dan bahkan menghambat tim dan perusahaan. Kedua kelompok besar tersebut,

baik yang agresif maupun yang tidak, sama-sama membuat perempuan menjadi maju kena mundur

kena di dunia kerja.