Edisi XVIII Jun 2022 Internet & Keluarga XVIII Jun 2022 | Page 15

bentuk tubuh yang ideal. Rambut lurus saat ini dianggap sebagai standar kecantikan. Hal ini berbeda dengan rambut bergelombang atau bahkan keriting yang sangat in di tahun 60an dan 70an. Bentuk tubuh yang langsing dan semampai juga menjadi standar kecantikan yang ideal. Demikian pula dengan standar-standar kecantikan fisik lainnya. Hal ini membentuk persepsi bahwa rambut, kulit, hidung, bentuk tubuh, dsb tertentulah yang dipandang cantik atau ganteng. Sehingga, body shaming atau mempermalukan orang karena bentuk tubuhnya bisa menjadi hal yang dipandang lumrah. Perawatan kulit yang berlebihan agar bisa memiliki kulit yang putih yang digembar-gemborkan sebagai kesempurnaan banyak dialami oleh kaum remaja dan dewasa muda. Bahkan, tidak sedikit yang terkena bulimia dan anoreksia demi mencapai bentuk tubuh langsing yang katanya ideal itu. Jika anda berpikir bahwa body shaming, perawatan kulit, atau bahkan bulimia dan anoreksia hanya dialami oleh remaja dan dewasa muda perempuan, coba perhatikan produk-produk mode dan kosmetik untuk laki-laki. Model yang

ditampilkan oleh merek dengan konsumen remaja dan dewasa muda laki-laki sama putih dan langsing sebagaimana dengan model perempuan. Meski terkesan tidak serentan kaum perempuan, namun kaum laki-laki pun memiliki potensi yang sama dalam mengalami gangguan psikis akibat standar kecantikan yang digariskan oleh sosial media.

 

Tidak sampai disitu saja, persepsi terhadap standar kecantikan juga bisa menjadi sumber pelaku / korban dari perundungan. Dosomething.org, organisasi yang fokus pada tema perundungan, mengumpulkan berbagai data yang berhubungan dengan perundungan. Menurut data mereka, 37% remaja berusia 12 hingga 17 tahun pernah mengalami cyberbullying. 30% bahkan mengalami cyberbullying lebih dari sekali. 23% mengakui bahwa mereka pernah melakukan cyberbullying. Data menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan terhadap cyberbullying (15%) dibandingkan remaja laki-laki (6%). Sayangnya, banyak remaja yang tidak tahu harus berbuat apa dalam menghadapi cyberbullying.

Sebanyak 60% mengakui bahwa mereka menyaksikan cyberbullying, namun tidak berbuat apapun untuk menghentikannya. Sebenarnya banyak yang ingin menghentikan cyberbullying. 4 dari 5 remaja atau sebanyak 81% menyatakan bahwa mereka ingin mengintervensi cyberbullying jika mereka dapat melakukannya secara anonim. Orang tua perlu berhati-hati dalam menyikapi tentang cyberbullying di kalangan remaja dan anak-anak. Hal ini karena anak dan remaja yang mengalami cyberbullying lebih rentan menderita gangguan psikis atau bahkan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Padahal, hanya 1 dari 10 anak yang akan memberitahukan orang tua atau orang dewasa lainnya jika cyberbullying terjadi. Untuk itu, diharapkan orang tua lebih proaktif sehubungan dengan kegiatan berinternet anak dan remaja.

 

Selain itu, internet dapat mengembangkan perilaku anti sosial. Perilaku anti sosial tidak hanya ditunjukkan dalam bentuk mengisolasi diri dan menyendiri. Hal ini lebih ditunjukkan pada ketiadaan empati dan sikap agresif bahkan agresif secara fisik terhadap orang lain. Meski perilaku anti sosial mulai benar-benar terlihat pada usia dewasa muda atau usia dewasa, namun perilaku ini sudah mulai

A & O Magazine / Juni, 2022 10