EDISI XIV Juni 2021 Kekerasan Juni 2021 | Page 16

masalah dengan bully. Para entrepreneur yang memiliki kebutuhan besar untuk mengontrol, sulit mempercayai bawahan, sangat ingin disetujui, atau merasa tidak berdaya, seringkali memakai strategi bully untuk memaksakan kehendaknya. Namun demikian, gaya kepemimpinan yang laissez-faire juga bisa membuka lahan untuk bully, di mana manager tidak mengambil tindakan untuk menghentikan bully. Sebaliknya, gaya kepemimpinan yang demokratis menjaga keseimbangan antara kekuasaan dengan partisipasi. Ia memberikan arah kepada tim, namun juga memperhatikan pendapat tim. Di organisasi dimana bully tidak berkembang, para pemimpin lebih menerapkan negosiasi untuk menyelesaikan konflik.  Dengan demikian, gaya kepemimpinan semacam ini memungkinkan lingkungan kerja yang positif, inklusif, dan kolaboratif. Di sini

patut diperhatikan bahwa faktor-faktor di lingkungan kerja bukanlah faktor pemicu bully, melainkan faktor yang memungkinkan bully terjadi.

Lilly memutuskan bahwa ia tidak ingin hidup dalam keraguan dan situasi yang beracun di tempat kerja. Jika situasi seperti ini terus, ia tidak akan bisa bekerja dengan produktif. Ia memutuskan tidak akan lembur, namun istirahat makan siang dan pulang bersama rekan-rekannya. Mungkin ia juga bisa mengundang rekannya untuk melakukan sesuatu bersama di akhir pekan, pikirnya. Ia hanya tahu bahwa ia, dan juga rekan-rekannya, butuh lingkungan kerja yang positif, inklusif, dan kolaboratif untuk dapat berkinerja dengan baik. (Aurita Zega, M.Sc. Psych., berbagai sumber)

 

 

Photo by Sydney Sims on Unsplash

16

/ A&O EDISI XIV Juni 2021