Begitu juga dengan Arcandra,
mengapa tiba-tiba bisa diangkat
menjadi pejabat negara lagi.
Bila ditelusuri lebih jauh
memang keputusan Presiden ini
dipastikan menuai kritikan. Tak
sedikit pula yang bertanya apa
yang ada di benak Presiden dalam
mempertimbangkan sebelum
mengangkat kedua pejabat itu. Bila
Presiden mencopot seorang dari
jabatan menteri, logikanya terkait
dengan gagalnya dia menjalankan
tugas atau kinerjanya buruk.
Nah, Jonan yang pernah
dicopot, logikanya dia berkinerja
buruk alias tidak maksimal.
Namun, mengapa kini kembali
dipercaya sebagai Menteri ESDM.
Dengan kata lain, pertimbangan
reshuffle bukan saja karena
kinerja tidak maksimal, tapi
juga gagal memperlihatkan
profesionalitasnya yang
berdampak pada pelaksanaan
kerja secara keseluruhan.
Artinya sekarang, apakah
sosok Jonan mampu membawa
Kementerian ESDM ini seperti
yang diinginkan oleh Presiden
Joko Widodo? Bukankah banyak
persoalan dan pekerjaan rumah
yang harus dituntaskan? Sebut
saja antara lain, Undang-Undang
Migas termasuk mengenai
alih kelola wilayah kerja. Ada
juga Undang-undang Minerba
termasuk masalah relaksasi
ekspor, dan ada beberapa
HALAMAN
S E B E L U M N YA
NI HAO MA
Wajah Lama pun
Muncul Lagi
pekerjaan lain mendekati selesai.
Belum lagi persoalan lain
seperti Blok Masela, kelistrikan,
energi terbarukan, dan perbaikan
iklim investasi di tengah harga
minyak yang rendah. Kita belum
tahu sepak terjang apa yang akan
dilakukan oleh Jonan-Arcandra.
Akankah kebiasaan lama yaitu
ganti menteri-ganti kebijakan
menjadi sebuah gambaran umum
yang muncul sebagai sebuah
fenomena. Tentunya banyak pihak
berharap hal itu tidak terwujud.
Sebab, bila masih ada kebiasaan
lama itu, maka pertanyaannya mau
dibawa ke mana kebijakan soal
energi di negeri ini?
Mungkin seperti yang
diharapkan oleh Presiden
bahwa kedua orang ini mampu
menjalankan kebijakan di bidang
keenergian. Tetapi sejauh mana
implementasi kebijakan di sektor
migas atau keenergian itu? Masih
kita lihat kinerja menteri Jonan.
Yang diharapkan adalah kebijakan
yang berpihak ke rakyat. Bolehboleh saja atau wajar-wajar saja
memperbaiki iklim investasi, tapi
iklim yang berdampak kepada
kesejahteraan rakyat, bukan pada
“pihak-pihak” tertentu.
3 | Jia Xiang Hometown • e-MAGZ 17 • 2016
ARTIKEL
B E R I K U T