EKSKLUSIF
sudah tidak tersedia. “Ada juga
diatas 260-an. Tapi coba saya
carikan di bawah itu,” tegasnya.
Sayangnya, saat JXH menelepon
nomor Ujang dan menjelaskan
maksud untuk konfirmasi tentang
praktik jual beli karcis antrian yang
dilakukannya, sambungan telepon
langsung diputuskan.
Desas-desus soal calo ini,
diungkapkan pengujung di RSAU
dr Salamun. Sambil menanti giliran
ayahnya yang harus check up di
Poliklinik Urologi, Heny Rohaeni
(42) tahun, warga Kelurahan
Lebak Gede, Kecamatan Coblong,
Bandung, Provinsi Jawa Barat,
Jumat (3/6/16), menyatakan
dia sudah lama mendengar
calo karcis itu. Tapi dia tidak
pernah menggunakan jasa calo,
karena adiknya ikut membantu
mengambil karcis antrian setiap
subuh. “Jadi nomor saya bisa di
bawah nomor 200 terus,” jelasnya.
Ayahnya, Aleh Suhanda (86)
menderita prostat. Selama sepekan
sempat dirawat di rumah sakit
swasta di kawasan Dago, Bandung,
sebelum akhirnya dirujuk ke RSAU
dr Salamun. Pertengah Mei lalu,
ayahnya akhirnya dioperasi.
HALAMAN
S E B E L U M N YA
Aleh Suhanda merupakan
pengguna kartu PBI BPJS
Kesehatan. Sebelumnya, Aleh
tercatat sebagai pemegang kartu
Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Saat diberlakukannya
Jaminan Sosial Nasional (JSN)
kepesertaanya dialihkan menjadi
PBI BPJS Kesehatan.
Nomor Kecil Langka
Yuyun Samiasih (44), warga
Kelurahan Dago, Kecamatan
Coblong, Bandung, Jawa
Barat, memiliki cerita sendiri
soal karcis antrian di RSAU dr
Salamun. Katanya, sebagai kader
PKK di wilayahnya, dia sering
mengantarkan pasien ke RSAU.
Sangat sulit baginya mendapatkan
nomor antrian kecil. Padahal, dia
selalu datang pada jam 24.00,
saat loket antrian dibuka. “Saya
dengar-dengar sih, nomor 1
sampai 50 sudah di-keep sama
orang dalam. Entah benar entah
tidak. Tapi memang suka ada yang
menawarkan karcis. Katanya bayar
Rp 10.000,” ungkap Yuyun.
Hal aneh lainnya, di antara
sesama pasien, Yuyun sering
mendapati pasien memegang
18 | Jia Xiang Hometown • e-MAGZ 09 • 2016
HALAMAN
B E R I K U T