e-Magz JIA XIANG HOMETOWN 2016 Edisi 09 2016 | Page 18

EKSKLUSIF sudah tidak tersedia. “Ada juga diatas 260-an. Tapi coba saya carikan di bawah itu,” tegasnya. Sayangnya, saat JXH menelepon nomor Ujang dan menjelaskan maksud untuk konfirmasi tentang praktik jual beli karcis antrian yang dilakukannya, sambungan telepon langsung diputuskan. Desas-desus soal calo ini, diungkapkan pengujung di RSAU dr Salamun. Sambil menanti giliran ayahnya yang harus check up di Poliklinik Urologi, Heny Rohaeni (42) tahun, warga Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Coblong, Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jumat (3/6/16), menyatakan dia sudah lama mendengar calo karcis itu. Tapi dia tidak pernah menggunakan jasa calo, karena adiknya ikut membantu mengambil karcis antrian setiap subuh. “Jadi nomor saya bisa di bawah nomor 200 terus,” jelasnya. Ayahnya, Aleh Suhanda (86) menderita prostat. Selama sepekan sempat dirawat di rumah sakit swasta di kawasan Dago, Bandung, sebelum akhirnya dirujuk ke RSAU dr Salamun. Pertengah Mei lalu, ayahnya akhirnya dioperasi. HALAMAN S E B E L U M N YA Aleh Suhanda merupakan pengguna kartu PBI BPJS Kesehatan. Sebelumnya, Aleh tercatat sebagai pemegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Saat diberlakukannya Jaminan Sosial Nasional (JSN) kepesertaanya dialihkan menjadi PBI BPJS Kesehatan. Nomor Kecil Langka Yuyun Samiasih (44), warga Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Bandung, Jawa Barat, memiliki cerita sendiri soal karcis antrian di RSAU dr Salamun. Katanya, sebagai kader PKK di wilayahnya, dia sering mengantarkan pasien ke RSAU. Sangat sulit baginya mendapatkan nomor antrian kecil. Padahal, dia selalu datang pada jam 24.00, saat loket antrian dibuka. “Saya dengar-dengar sih, nomor 1 sampai 50 sudah di-keep sama orang dalam. Entah benar entah tidak. Tapi memang suka ada yang menawarkan karcis. Katanya bayar Rp 10.000,” ungkap Yuyun. Hal aneh lainnya, di antara sesama pasien, Yuyun sering mendapati pasien memegang 18 | Jia Xiang Hometown • e-MAGZ 09 • 2016 HALAMAN B E R I K U T