Cakrawala Edisi 419 | Page 47

menggetarkan dadanya. Namun cita-citanya untuk menjadi kesatria berilmu tidak langsung loyo. Dia bahkan melakukan upaya spektakuler dengan membuat patung Sang Guru dari batu. Diberikannya hormat dan sembah kepada “Sang Guru” setiap pagi, lalu mulailah ia berlatih sendiri dengan sangat tekun. Tak dipedulikannya matahari terbit dan terbenan, tak dipedulikannya bulan mati sampai purnama. Yang ada dalam dirinya hanyalah berlatih, berlatih dan berlatih. Membunuh Arjuna Di Astinapura, para Kurawa dan Pandawa, dilatih oleh Begawan Durna, mereka menerima ilmu dari sumber yang sama, ilmu yang sama pula. Hanya ketekunanlah membedakan penyerapan ilmu ajaran Durna. Kalau sang Arjuna memang dikisahkan sangat cepat memperoleh ilmu ajaran sang Durna. Kemampuannya menjadi ahli panah yang tiada tandingannya. Pada suatu ketika, dikisahkan oleh sang Dalang, Arjuna harus berhadapan dengan Bambang Ekalaya. Pendek cerita jurus demi jurus telah digunakan, rapalan mantra dan ajian pun telah digunakan. Akhirnya sang Arjuna, murid Begawan Durna, bisa dikalahkan oleh Bambang Ekalaya dan terbunuh. Dunia pewayangan pun geger genjik! Betapa tidak, satria pilih tanding Arjuna - terbunuh oleh Bambang Ekalaya yang belajar ilmu kanuragan di bawah pohon cemara. Betapa kagetnya Bambang Ekalaya mendapati sang Guru Durna dihadapannya. Maka sembah tulus ikhlaspun dilakukan Bambang Ekalaya sambil melupakan dukanya. “Ngger Bambang Ekalaya, apa kamu bisa nuruti permintaanku?” tanya sang Durna. “Apapun akan kami berikan sang Guru” sahutnya. “We lah dalah... coba aku minta cincinmu”. Dengan keikhlasannya pula Bambang Ekalaya memberikan cincin mustika Ampal di jari manisnya. Tiba-tiba Bambang Ekalaya kehilangan semua kesaktiannya, lalu meninggal. Pelajaran dari Bambang Ekalaya Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh sangatlah berbeda dengan sekadar menerima ilmu d