Buletin Privet Edisi Juli 2019 (28 Juli 2019) | Page 14

Ibadah haji telah ada sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Ibadah ini diajarkan pertama kali oleh Nabi Ibrahim As. Beliaulah nabi yang pertama kali diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikannya sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS al-Haj: 27).

Akan tetapi sebagian dari praktik-praktik ibadah haji tersebut pada masa-masa selanjutnya diselewengkan oleh sebagian umat yang tidak bertanggungjawab sehingga jauh dari substansi awalnya sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim As. Dari sini lalu Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan ibadah tersebut agar dikembalikan sesuai dengan ajarannya semula.

Ibadah ini baru diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui firman Allah SWT:

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya:

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji menuju baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam” (QS Ali Imran: 97).