Bluebird - Mutiarabiru Mutiarabiru Magazine - Juni 2018 | Page 63

Meet the Driver Fadly Hafizd Argometer Tertinggi B elum genap setahun menjadi pengemudi taksi Blue Bird—terhitung sejak Agustus 2017, Fadly Hafi dz berhasil menorehkan prestasi. Dua bulan berturut- turut, Maret dan April 2018, ia menjadi juara satu kompetisi internal pool Batam berkat perolehan argometer tertinggi. “Alhamdulillah, rezeki melimpah ruah,” kata Fadly yang beroleh penghasilan sekitar Rp8 juta per bulan. Ia pun bertekad tetap loyal di Blue Bird, “Iya, sampai waktu lama. Selagi badan masih sehat.” Sebelumnya, ia menetap di Bukittinggi, Sumatra Barat, menyewakan mobil pribadi untuk travel ke Maninjau. Begitu menikahi perempuan Bukittinggi yang berdomisili di Batam, ia pun ikut hijrah ke kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau, yang bertetangga dengan Singapura itu. Fadly menuturkan soal kegemaran menyetir mobil. Maka begitu tiba di Batam, ia melamar pekerjaan yang tidak jauh dari hobinya: sebagai pengemudi taksi Blue Bird. “Eh, diterima,” ujarnya antusias. Ia beralasan, “Taksi resmi berskala nasional yang menggunakan argometer, ya hanya Blue Bird. Lagi pula, di kota-kota besar, orang-orang hanya kenal Blue Bird.” Setiap hari, Fadly berangkat dari rumah, pukul 3.30. Tak lama, 30 menit kemudian, ia pun “menyapa” jalanan Batam. Jam kerjanya tidak menentu, antara 12 hingga 16 jam per hari. Ia mengaku semakin bersemangat bila jumlah penumpang dan argometer semakin banyak. Sebagian dari penghasilannya ditabung, dan sebagian lagi diberikan ke istri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Moto Tidak masalah pergi pagi, pulang malam. Makin banyak penumpang, memang jadi makin sibuk mencari nafkah. Yang penting, pulang ke rumah membawa uang. “Alhamdulillah, penumpang Blue Bird baik- baik semua. Kadang saya diajak makan, kadang diberi tip,” Fadly berterus terang. “Bahkan pernah ada penumpang yang minta diantar keliling Batam, dari Nagoya, Turi Beach, Jembatan Barelang, Bengkong, Baloi, lanjut ke Bandar Udara Internasional Hang Nadim. Argometernya sampai jutaan! Dia bayar lebih banyak. Yah, namanya rezeki,” pungkasnya. Agung Dwi Octaviyanto Jaga Nama Baik S empat mengalami jatuh bangun, namun sejak bergabung dengan Blue Bird di pool Pedurungan, Semarang, nasib Agung Dwi Octaviyanto membaik. “Dulu, saya tidak ada job, saldo di tabungan tidak ada, usaha percetakan dan aset pun habis,” ia mengenang. “Lalu, saya masuk Blue Bird per Oktober 2015. Saya pun mendapatkan penghasilan harian untuk memenuhi kebutuhan keluarga.” Dalam sehari, kurang lebih 15 jam Agung berkeliling mengantar penumpang ke berbagai tujuan. Tak jarang penumpang membayar ongkos berlebih kepadanya. Suatu kali, seorang penumpang membayar Rp500.000, padahal argometer menunjukkan 130.000. “Saya bilang, ‘Maaf, ini kebanyakan.’ Tapi kata tamu itu, ‘Buat anak Bapak saja,’” Agung menuturkan. Tentu saja Agung senang mendapat perlakuan baik dan ramah dari para penumpang. Ada kalanya mereka tidak memberikan tip, tapi mengajak makan bersama. Lain waktu, ada pula penumpang yang bersikap sebaliknya: emosional. “Tapi saya tetap ramah dan selalu senyum walaupun tamu marah-marah,” kata Agung seraya menceritakan pengalaman lain yang tidak terlupakan. “Saya mendapat tamu cantik yang baru saja keluar dari hotel. Selama perjalanan, tamu tersebut berusaha memancing perhatian saya dengan kata-kata menggoda, tapi saya tidak acuhkan karena harus menjaga nama baik Blue Bird, juga kepercayaan istri dan anak saya,” kata Agung tanpa menjelaskan lebih jauh. Yang pasti, penghasilannya selalu diberikan untuk istri tercinta. Moto Bekerja dengan giat, serta melayani para penumpang sepenuh hati. Dengan begitu, saya merasa diri berguna, juga belajar ikhlas, dan sabar. Satu hal yang ditakutkan Agung: jika beroleh penghasilan sedikit. Ia tak memungkiri, persaingan antaroperator taksi berdampak terhadap menurunnya order. “Sekarang, persaingan semakin kompetitif, namun saya yakin dengan berdoa, berusaha, pola orientasi pintar dan terarah tentunya akan mendapat hasil yang lebih baik untuk keluarga kita,” papar Agung optimistis. Mutiara Biru 61