“Tepatnya, makhluk jenis apa yang merasukinya?” tanya Wonwoo, kemudian sadar bahwa oh
sial, sekelompok burung hitam di pohon besar sana, sekarang terlihat sedang memperhatikan
mereka.
Persetan apakah ia mengada-ada atau tidak, tapi burung-burung itu terlihat jelas menjulurkan
kepalanya ke atas—pada balkon tempat Soonyoung dan Wonwoo berada. Mata mereka
seperti mata anak kecil yang besar dengan keingintahuannya. Jelas sekali tidak nyaman bagi
Wonwoo, selain karena ia benci perhatian, ia juga benci anak kecil.
Wonwoo tidak menyadari, bahwa Soonyoung sekarang ikut mengalihkan perhatiannya ke
satu titik yang diperhatikan sahabatnya itu. Maka berucaplah ia, kali ini kata-katanya juga
menyadarkan Wonwoo. “Mereka seram.”
“Siapa?”
“Burung-burung itu,” Soonyoung menunjuknya, lalu lantas berteriak, “Aw!”. Ia bereaksi
seperti seseorang barusan menggigit jarinya. Wonwoo memperhatikan itu semua, matanya
ikut membulat kala ia menyaksikan darah mengucur dari telunjuk Soonyoung, merah pekat
dan kental. Ia cepat-cepat mengeluarkan sapu tangannya, berkali-kali mencoba mendiamkan
Soonyoung yang terus-menerus mengaduh, “Ah sial, sakit!” dan dengan lihai mengikat jari
itu guna menghentikan pendarahannya. Warna kainnya cepat berubah, dari warna biru
beledu, dan dalam kurang dari lima detik, berubah menjadi merah darah. Wonwoo mendon-
gak, menemukan Soonyoung yang terlihat sekali menahan sakit, matanya berkaca-kaca dan
bibirnya mengerucut. Lucu. “Kau menyedihkan.”
Bersamaan dengan satu tetes air mata yang keluar, Soonyoung membalas kesal, “Sakit, tahu!”
Wonwoo tertawa, begitu keras sampai-sampai perutnya sakit. “Payah,” katanya di sela-sela
tawanya. Yang diejek semakin manyun, memukul bahu Wonwoo, “Sialan!”
Ini bukan liburan musim panas yang menyenangkan. Tapi setidaknya, dari sekian banyak hal
menyeramkan yang terjadi di sini, ada Soonyoung di sisi Wonwoo.
***
Genap seminggu telah berlalu dari hari itu. Tidak ada keanehan-keanehan lagi yang dialami
atau dilihat Wonwoo. Soonyoung? Well, kadangkala ada beberapa saat temannya itu mengo-
ceh padanya. Sindrom paranoidnyalah yang menjadi penyebabnya. Misalnya, “Wonwoo, apa
kau tidak takut melihat burung-burung di sana?”, “Wonwoo, kurasa Mingyu mulai dirasu-
ki”, atau “Wonwoo, aku takut”.
Kalau sudah begitu, maka Wonwoo hanya akan melengos, lalu menjawab, “Semakin kau
begitu, semakin kau akan diikuti, loh!” Yang mana selanjutnya kalimat itu langsung diprotes
Soonyoung, “Kau temanku bukan sih!”