editorial
Bengong
Di WTO Bali
S
idang WTO Bali akhirnya selesai. Kendati
Paket Bali terumuskan, tetapi setumpuk
masalah masih mengganjal. Kepentingan
India menyangkut subsidi pangan untuk
petaninya terpaksa disepakati. Dan
muncul Kuba, Nicaragua, Bolivia serta Venezuela
menyoal boikot Amerika Serikat. Bagaimana dengan
Indonesia?
Pertemuan level dunia sering dilakukan di
Indonesia. APEC baru rampung disusul Konferensi
Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization
(WTO) IX ini. Di APEC, Indonesia tidak mampu
mengusung tema strategis yang diperjuangkan
negeri ini. Soal karet dan Crude Palm Oil (CPO)
ditolak mentah-mentah untuk diagendakan. Dan
Indonesia tak banyak cincong untuk menggugat
penolakan itu.
APEC sukses diselenggarakan di Bali. Tetapi
soal karet mengambang, dan minyak sawit mentah
menjadi semakin gelap gulita di pasar Uni Eropa.
Apalagi di tahun 2014 ini Amerika Serikat dan Eropa
telah mencapai kata sepakat untuk mengenakan
labeling produk ini dan turunannya.
Sukses menjadi tuan rumah APEC tanpa diikuti
bargaining untuk kepentingan dalam negeri, kini
kembali terulang dalam penyelenggaraan KTM
WTO IX ini. Indonesia tampil sebagai ‘tuan rumah’
yang baik, nothing to loose menjembatani berbagai
kepentingan negara lain, minus kepentingan sendiri.
Maka forum ini akhirnya menjadi forum India dan
Amerika Serikat, yang berjuang demi rakyat dan
negara masing-masing. Merekalah yang pegang
peran selain Cuba dan negara-negara Amerika
Selatan.
Memang forum KTM WTO ini agak beda dengan
APEC. Jika APEC sangat strategis memperjuangkan
produk Indonesia yang terganjal di berbagai
negara di dunia, di forum WTO ini pokok bahasan
sektor pertanian yang diusulkan negara G-33
menempatkan Indonesia hanya sebagai penonton.
Itu karena sektor ini dalam negeri belum banyak
ditengok dan dibenahi. Petani yang di negara-negara
lain amat dilihat dan diperjuangkan nasibnya, di
Indonesia dibiarkan untuk berjuang sendiri.
Lihat subsidi pupuk, benih dan pestisida yang
dimana-mana dikorupsi. Simak pula irigasi yang
rusak dan konversi lahan petani yang tanpa solusi.
Juga amati program reforma agraria yang kini
tidak jelas realisasinya. Layak jika di KTM WTO ini
Indonesia seperti bido kopoken, bengong saja, karena
tidak jelas yang diinginkan di tingkat dunia.
Maka senyampang ini tahun politik, tahun
dengan tampilnya pemimpin baru, sektor ini bisa
sesegera mungkin dibenahi. Sebab globalisasi telah
memaksa kita untuk melakukan proteksi bagi
kepentingan dalam negeri, dan teknologi adalah
jawaban bagi sektor tak mungkin agar menjadi
mungkin. Tanpa pemimpin yang berorientasi ke
depan, maka negeri dan bangsa ini akan kembali ke
era silam. Dijajah dan terjajah dalam neo wujut.
Penerbit: PT Multimedia Internetindo,
Pemimpin Umum: Rubiyanto Wakil Pemimpin Umum:
Sabrun Jamil DIREKTUR OPERASIONAL: Djoko Su’ud
Sukahar DIREKTUR KEUANGAN & GENERAL AFFAIR:
Artika Prianti DIREKTUR MARKETING: M. Ashim Islam
PEMIMPIN REDAKSI: Djoko Su’ud Sukahar Dewan Redaksi: Sabrun Jamil (Ketua), Rubiyanto, Djoko Su’ud
Sukahar Redaksi: Beledug Bantolo, Dian Yuniarni, Irsa Pitri D, Iin Achmad, Yosi Winosa, Ocha Witnesteka
Miela Putra Sekretaris Redaksi: Dian Ayu FOTO & RISET: Bimo Hariyadi Desain Grafis: Allamandha Informasi & Teknologi Moshe Bonnavena MaNAJER SIRKILASI & DISTRIBUSI: Ahmad Subhan
Sirkulasi & DISTRIBUSI: Rudi Kamaludin, M Yasin, Vidra, Aida Chaurmain, Dian Purnama Sari keuangan:
Karyono UMUM: Nardi, Anwar
Alamat Redaksi & Usaha:
Jl. Sungai Sambas 6 No. 1
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12130
Telp. 021-7229317 Fax. 021-7229318
email: [email protected][email protected][email protected]
@agrofarm_
Majalah AgroFarm
Wartawan AgroFarm tidak dibenarkan menerima imbalan dari narasumber berkaitan dengan tugas jurnalistik.
www.agrofarm.co.id