Agro Farm edisi 38 | Page 69

Foto: Bimo Benny Soetrisno, Ketua Umum GPEI dan Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan Wood sudah diakui,’’ tuturnya. Zulkifli mengatakan, penerapan SVLK di Indonesia sudah mecapai kemajuan cukup menggembirakan. Sampai pertengahan Juli 2013, sebanyak 124 unit pengelola hutan alam disertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yang didalamnya tercakup Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Sedangkan pengelolaan hutan tanaman dan kuasa pengelolaan hutan (KPH) yang bersertifikat PHPL sudah mencapai 56 unit. Menurutnya, saat ini antusiasme untuk memperoleh SVLK sudah tinggi. ‘’Sebanyak 23 unit pengelola hutan alam, 44 unit pengelola hutan tanaman, dan 19 unit hutan hak sudah mendapat SVLK. Adapun industri yang sudah SVLK ada sebanyak 701 unit,’’ ucapnya. Dia menjelaskan, data terbaru juga menunjukkan bahwa pemberlakuan SVLK terbukti tidak menurunkan volume maupun nilai ekspor produk kayu sebagaimana sering dikhawatirkan oleh sejumlah pihak. ‘’Itupun sebelum penandatanganan VPA dengan EU. Diharapkan, setelah penandatanganan VPA, justru volume ekspor bisa meningkat sejalan dengan peningkatan legitimasi kayu Indonesia di pasar dunia,’’ katanya. Dia mengakui adanya SVLK bukan berarti semua masalah telah selesai. Oleh karena itu pihaknya meminta para pihak terkait untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan mekanisme agar permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan dapat diatasi dan kredibilitas SVLK tetap dijaga sebagai satu sistem yang telah dibangun cukup lama. “Ini sudah dimulai dari tahun 2003,” ujarnya. Adapun implemetasi SVLK di tingkat petani akan disediakan pembiayaannya oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut), termasuk bantuan biaya pengawasan (surveillance). Bantuan pembiayaan itu akan dihentikan ketika para petani sudah memanen hasil hutannya. ‘’Jadi kegiatan penebangan liar (illegal logging), kayu ilegal dan perdagangan kayu ilegal (illegal timber trade) tidak terjadi lagi. Ini zero toleran bagi kita,’’ paparnya. Dia menambahkan, hal ini semestinya menjadi perhatian khusus UE dan negara-negara pengimpor lainnya untuk tidak menampung kayu ilegal dari negara lain. Dengan demikian akan semakin terjamin, bahwa hanya produk kayu dari bahan baku yang benar-benar legal yang disuplai ke pasar EU atau pasar global. Zulkifli mengatakan, adanya SVLK kayu bisa terukur, teratur dan betulbetul perdagangan kayu itu legal. Dengan begitu pihaknya berharap kayu ilegal itu tidak ada pasarnya lagi. Pasar tertutup bagi perdagangan kayu ilegal. Dia berharap, negara konsumen juga konsisten memberlakukan ini dan pasti ekspor kayu akan meningkat. Meningkatnya kinerja ekspor tersebut juga dapat memicu semangat petani untuk menanam pohon. “Target produksi kayu kita sampai tahun 2020 itu 60-70 juta metrik ton. Saat ini, produksi kayu Indonesia tercatat 40 juta metrik ton,” katanya. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto menambahkan, pemerintah akan segera melakukan pendekatan AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013 terhadap pihak Jepang dan Korea untuk memperkenalkan SVLK. Kini Kementerian Kehutanan sudah memulai inisiasi untuk membangun pemahaman yang sama soal pentingnya mekanisme sertifikasi kayu ini. “Tujuannya agar mereka hanya terima kayu legal dari Indonesia,” kata Dwi. Menurutnya, selama ini dua negara tersebut adalah negara pengimpor kayu Indonesia yang masih menampung kayu ilegal. Dwi Sudharto menyebutkan, sejak Januari hingga Mei 2013, nilai ekspor kayu Indonesia mencapai USD 3,48 miliar. Sekitar 75,85% dari nilai itu atau sekitar USD 2,64 miliar merupakan hasil ekspor kayu ke Asia. Adapun, ekspor ke Uni Eropa hanya sekitar 10,02% dari nilai itu atau sebesar USD 348 juta. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menuturkan, SVLK merupakan stimulus untuk meningkatkan ekspor produk kayu. Dengan SVLK ini diharapkan volume ekspor bertambah, sepanjang negara importir juga konsisten mengimpor kayu legal. Barang harus legitimate dari mana. “Kalau SVLKsudah diakui oleh negara importir, artinya sudah paling valid. Ditambah VPA ada di dalamnya. Kita tidak perlu sertifikasi dari lembaga swadaya asing lagi,” tandasnya. Dia menambahkan, kinerja ekspor kayu olahan Januari hingga Mei 2013 tumbuh 0,6% dari USD 1,4 miliar pada tahun lalu menjadi USD 1,43 miliar. Adapun, nilai ekspor furniture pun menurun dari USD 765 juta pada periode Januar KSYZH ? L?Y[??YHT???L?]HYH?[?X\?KSYZH ? L???[YY??[?????B??