A & O Magazine Edisi 13 Burnout, Boreout, Brownout 03 / 2021 | Page 32

mereka: semuanya perempuan, semuanya masih muda, semuanya berkarakter kuat, dan mereka semua memiliki tujuan dan makna hidup yang kuat. Termasuk golongan apakah mereka? Apakah mereka mewakili kaum milenial pada umumnya? Ataukah mereka kaum hippie yang menyemarakkan dunia lewat media? Yang pasti, jenis orang macam ini tidak akan mengalami brownout. Apa itu brownout?

Brownout lebih dikenal dalam istilah kelistrikan. Istilah ini mengacu pada jaringan listrik yang tiba-tiba putus. Pada tahun 2013, seorang antropolog AS, Graeber, menulis buku yang berjudul “On the Phenomenon of Bullshit Jobs: A Work Rant”. Dalam buku ini, Graeber memperkenalkan istilah brownout pada sebuah konteks baru. Ia menggambarkan burnout sebagai situasi dimana seseorang mengerjakan pekerjaan yang tidak bermakna. Hal ini terjadi ketika seseorang hanya mengerjakan sesuatu sebagaimana yang diharapkan terhadapnya. Ia sendiri tidak mengetahui makna dari apa yang dikerjakannya tsb.

Kebalikan dari piramida Maslow, dimana aktualisasi diri berada pada puncak kebutuhan setelah semua kebutuhan -terutama kebutuhan dasar- tercapai, sudut pandang ini menawarkan bahwa aktualisasi diri adalah hal paling utama, bahkan lebih utama dari kebutuhan dasar, seperti gaji misalnya. Orang yang menderita brownout tidak segan-segan untuk meninggalkan segalanya, bahkan karir yang cemerlang sekalipun, untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kata hatinya.

Gejala yang ditunjukkan oleh orang yang mengalami brownout bisa sama dengan orang yang mengalami boreout, yakni kehilangan minat, gairah, dan motivasi dalam bekerja. Hal yang membedakan adalah seseorang yang mengalami brownout tidak kekurangan beban kerja.

Kenali Sebabnya

Brownout dapat terjadi karena banyak hal. Fenomena ini, misalnya, dapat terjadi karena terlalu banyak aturan. Akibat terlalu banyak aturan, seseorang tidak memiliki ruang gerak untuk berpikir sendiri dan melogikakan apa yang dilakukannya.

Selain karena aturan, tenggat waktu dan beban kerja juga ditenggarai sebagai penyebab terjadinya brownout. Tenggat waktu dan beban kerja belum tentu membuat seseorang kewalahan, namun dapat membuat seseorang merasa kehilangan makna hidup. Akibat tenggat waktu dan beban kerja, seseorang ditekan untuk selalu meraih target dan terus meningkatkan kinerja. Hal ini dapat mempersempit ruang gerak. Ruang gerak yang sempit dapat mengancam kreativitas dan aktualisasi diri.

Dokumentasi, email, surat-menyurat, dan hal lain yang berhubungan dengan angka atau kertas dalam jumlah yang besar dapat membuat seseorang seperti kehilangan arah dan tidak memiliki makna berarti dalam bekerja.

Hal lain yang juga dapat menyebabkan brownout adalah pengetahuan. Dulu pengetahuan tidak melimpah dan sekompleks sekarang. Pengetahuan yang melimpah dapat membuat kategorisasi semakin kompleks. Kategorisasi yang semakin kompleks menyebabkan turunnya makna sesuatu hanya karena tidak sesuai dengan kategori yang dianggap paling tinggi. Contoh yang paling umum adalah soal makanan. Kini orang lebih sadar ketika mengkonsumsi sesuatu. Darimana makanan tertentu berasal, bagaimana makanan itu diproses dan diproduksi, berapa jumlah kalori yang dimiliki oleh makanan tsb, kandungan apa yang ada dalam makanan tsb, dsb. Informasi-informasi inilah yang kemudian dibagi ke dalam kategori-kategori tertentu. Kategori inilah yang kemudian membuat label apakah satu hal lebih bermakna dibandingkan hal lain atau tidak. Hal ini kental terjadi di dunia yang makin modern. Tidaklah mengherankan jika pencetus istilah ini juga menegaskan bahwa brownout lebih merupakan fenomena dunia modern.