A & O Magazine Edisi 13 Burnout, Boreout, Brownout 03 / 2021 | Page 37

INSIGHT

Office Politics :

Tidak berpolitik, tidak berorganisasi

-Wisudho Hartanto -

“Jauhi Office-Politics”, pernah dengar nasehat ini? Ada nasehat sebaliknya? Saya penasaran dengan respon anda. Bukankah jika ada gerakan menjauh maka ada juga gerakan mendekat? Itu semua adalah pilihan untuk diambil keputusan.

Office Politics Itu Niscaya

Lebih tepat menggunakan istilah organizational politic atau workplace politic daripada office politic. Namun sebagai jargon, office politic lebih dikenal. Kita tidak menbedakan maknanya dengan istilah-istilah yang dipertukarkan pemakaiannya.

Office politic menyangkut perilaku warga organisasi saat mereka berinteraksi. Hal ini berurusan dengan kepemimpinan dan mengurus kepentingan. Kepemimpinan menyangkut sumber kekuasaan dan kewenangan, baik kepemimpinan formal maupun non-formal. Kepentingan menyangkut tingkat organisasi, bagian organisasi, kelompok-kelompok formal, kelompok-kelompok informal, baik permanen maupun temporer. Hal ini juga bahkan berkaitan dengan kepentingan individu. Bayangkan betapa besar potensi, kompleksitas, serta perbedaan-perbedaan kepentingan bercampur di satu wadah. Dari yang sejalan, berbeda, hingga bertolak belakang semua bercampur baur dalam interaksi sehari-hari. Rasanya ramai tentunya.

Ketidaktahuan dan ketidaktransparanan dengan mudah menyeret kita pada penilaian negatif: manipulasi, agenda terselubung, serta upaya tarik-menarik. Sebagian merasa bingung mengambil sikap. Jangan lupa, tidak bersikap adalah sebuah sikap. Wait and see juga sebuah sikap. Menghindari atau mencari organisasi tanpa office-politics sepertinya bukan mindset tepat.

Politik Oknum 360 Derajat

Organisasi secara formal berpolitik. Kita bisa melihat agenda-agenda bisnis dan operasional. Organisasi memiliki fungsi-fungsi manajemen dengan berbeda peran. Perbedaan peran antar fungsi manajemen diciptakan untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan. Tantangan muncul saat tiap fungsi bebeda menerjemahkan kepentingan bisnis. Proses penterjemahan kepentingan bisnis itu menurun kepada unit dan oknum dalam keseharian. Belum lagi kepentingan tidak formal yang beragam yang turut meramaikan panggung politik kantor. Saling tarik menarik atau tolak menolak adalah konsekuensinya. Kesemua hal ini dapat berujung pada terpojoknya seseorang menghadapi dilema dan mengambil sikap -dimana ia merasa terombang-ambing diantara pilihan-pilihan dilematis.

Mari mulai dengan perbedaan kepentingan di dalam unit terkecil. Ada atasan, sejawat, bawahan. Dalam perbincangan keseharian, orang-orang yang sudah mengerti kita bukanlah topik menyita waktu. Persepsi atasan yang mengadu para bawahan. Atasan yang tidak fair terhadap bawahan satu sama lain. Atasan yang lempar tanggungjawab. Atasan yang tidak didengar oleh atasannya lagi. Persepsi sejawat yang memanfaatkan sejawatnya. Sejawat mau menang sendiri dan tak mau repot. Jeruk makan jeruk, perumpamaan populernya. Bahkan bawahan pun berbagai rupa persepsi terhadapnya. Bawahan manis-penjilat, pemanfaat-teman kerja, dan seterusnya. Menarik untuk berfikir bagaimana memanfaatkan, membangun, mengkapitalisasi sumber-sumber dukungan di dalam organisasi untuk mewujudkan pilihan politik sendiri, bahkan dari orang-orang yang berbeda di organisasi.

32

/ A&O EDISI XIII 2021