A & O Edisi VI Juni 2019 Kepribadian | Page 47

INSIGHT

Suatu hari para katak bersepakat untuk mengadakan lomba lari. Supaya lomba larinya susah, disepakatilah tempat yang terkenal susah dicapai secara bersama-sama. Tempat yang dimaksud adalah puncak tertinggi disebuah menara.

Ketika saat lomba lari tiba, berkumpullah para katak dari berbagai penjuru. Dan lomba lari pun dimulai. Meski demikian, tidak ada satu katak pun yang percaya bahwa satu ekor katak dapat mencapai tujuan yang ditetapkan bersama. Jadi, mereka bukannya menyoraki peserta dan memberikan semangat, namun justru mereka meneriakkan kalimat-kalimat, seperti, „Sudahlah! Tidak usah dilanjutkan! Kalian tidak akan bisa mencapainya!“ atau „Targetnya terlalu susah! Hentikan saja daripada menghabiskan tenaga!“

Yang terjadi kemudian adalah seolah-olah hal yang diteriakkan penonton benar adanya. Lalu satu-persatu katak pun menyerah. Semakin yakin bahwa mereka benar, makin jadilah mereka berteriak, „Ya ampun, kasihan! Kalian tidak akan pernah mencapainya!“ Dan benar saja. Dalam waktu singkat, hampir semua katak menyerah dan tidak melanjutkan pertandingan. Tunggu dulu. Ternyata tidak semua katak menyerah. Ada satu katak yang tetap berusaha melanjutkan pertandingan. Dengan berani-beraninya ia memanjat menara yang sangat curam itu. Dan akhirnya, hanya dialah yang menyelesaikan pertandingan dan berhasil mencapai menara tersebut.

Para penonton hanya bisa menganga terheran-heran menyaksikan semua itu. Semua jadi penasaran bagaimana dia dapat menjalani semua itu. Salah satu peserta balap lari menghampirinya dan bertanya apa resepnya hingga dia bisa menyelesaikan lomba lari dan bahkan memenangkannya. Si katak ternyata tidak bisa diajak bicara. Dengan bahasa isyarat, sang katak mengatakan bahwa ia berterimakasih bahwa para penonton bersorak-sorai mendukungnya selama pertandingan sehingga ia bisa memenangkan pertandingan. Usut punya usut, ternyata si katak juara itu tuli!

Ada saat dimana kita perlu mendengarkan orang lain. Mendengarkan orang lain dapat membuat wawasan terbuka, dapat menjadi bahan masukan untuk memperbaiki diri, atau dapat mengetahui pertimbangan yang berbeda. Meski demikian, tidak selalu hal yang dikatakan orang lain itu benar dan/atau bijak. Ada waktu-waktu dimana kita lebih baik percaya dengan keyakinan kita sendiri. Karena pengalaman, latar belakang, kemampuan, dan sumber daya masing-masing individu berbeda-beda, sehingga belum tentu apa yang diyakini masing-masing orang berbeda. Jika apa yang anda yakini atau lakukan benar secara moral, etika, dan kemanusiaan benar. Untuk apa anda mendengarkan orang lain?

Kisah Sang Katak

47 A & O VI/Jun 19