A & O Edisi III Agt 2018 Revolusi Industri 4.0 | Page 35

for Governance, Institutions and Organisations) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki minimal 10 % perempuan di dalam dewan direksi dapat mencapai rasio pengembalian ekuitas hingga 14,9 % dibandingkan dengan perusahaan yang jumlah perempuan sebagai dewan direksi kurang dari 10 % yang hanya mencapai 12,6 %. Penelitian yang dilakukan terhadap 110 perusahaan terbesar di 10 negara-negara asia pasifik ini menggarisbawahi bahwa keberagaman jender justru menguntungkan perusahaan. Lalu strategi seperti apa yang dapat diaplikasikan agar perempuan memiliki akses dalam memberikan kontribusi strategis terhadap perusahaan?

Sebagai konsultan pengembangan sumber daya manusia, Korn Ferry memberikan beberapa saran bagi perusahaan. Menurut Korn Ferry, hal terpenting adalah membuat program suksesi kepemimpinan yang terpadu. Hal ini termasuk dengan memetakan pekerja perempuan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Selain itu, perlu juga untuk memberikan dukungan dan program mentor yang sama, baik pada karyawan laki-laki dan perempuan yang berpotensi untuk menjadi pemimpin perusahaan. Lebih lanjut, program suksesi kepemimpinan ini perlu diinformasikan secara transparan agar karyawan dapat secara terbuka mengikuti prosesnya. Dengan demikian, proses suksesi kepemimpinan dilingkungan internal perusahaan lebih diprioritaskan. Perlu diingat pula bahwa dalam proses pencarian karyawan perempuan yang berpotensi, perusahaan sebaiknya meminimalisir stereotype-stereotipe tentang perempuan, perempuan pekerja, dan terutama pemimpin perempuan. Hal ini untuk menjaga objektivitas penilaian pekerja dalam proses suksesi kepemimpinan.

Selain memberikan akses yang seimbang dalam hal kepemimpinan, hal yang patut pula dikaji adalah apakah deskripsi pekerjaan telah bebas dari bias atau steriotipe berbau gender? Sehubungan dengan seleksi karyawan baru, apakah renumerasi calon karyawan diberikan bagi mereka yang dapat bernegosiasi dengan baik atau sesuai dengan jenis kelamin? Selain itu, sebaiknya proses seleksi karyawan dibuat dengan kondisi senetral mungkin dari bias gender. Dengan demikian, kemungkinan perusahaan mendapatkan karyawan yang berpotensi, apapun jenis kelaminnya, meningkat. Sehubungan dengan renumerasi, patut juga dikaji apakah sistem penggajian dan bonus yang telah diberlakukan selama ini telah bebas dari bias gender atau tidak.

Dengan demikian, dengan memberlakukan hal-hal demikian, selain mengembangkan kesadaran gender dalam proses pengembangan karyawan sehubungan dengan suksesi kepemimpinan, perusahaan mengembangkan prinsip-prinsip keseimbangan gender pada perusahaan secara keseluruhan.

A & O III/Agt18

35