A & O Edisi I Nov 2017 Kesenjangan Antar Generasi | Page 8

Perbedaan mencolok antar generasi adalah kecakapan dalam memanfaatkan teknologi. Akibat kesenjangan teknologi antar generasi, generasi senior sering dianggap sebagai yang gaptek (gagap teknologi) dan konvensional karena lebih menyukai konsep manual. Pengalaman masa lalu dan periode lahir yang memang belum banyak terpapar teknologi membuat generasi senior cenderung merasa nyaman dengan berbagai hal yang masih manual. Dalam industri masa kini yang mengedepankan konsep efisien dan ramah lingkungan, kenyamanan generasi senior atas konsep manual menjadi tidak relevan. Dari segi inilah kompetensi generasi “anak bawang“ menjadi naik daun. Kebutuhan perusahaan untuk mengikuti perkembangan teknologi perlahan akan dapat menyingkirkan generasi senior yang skeptis terhadap perubahan teknologi. Untuk itu, dibutuhkan kemauan dan kesediaan generasi senior untuk mulai melek dan bersahabat dengan teknologi. Dengan demikian, generasi senior dapat mengimbangi kinerjanya dengan generasi yunior untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Sikap dan cara kerja

Pengaruh lingkungan baik dalam skala lokal dan global ini kemudian membentuk banyak hal seperti pola hidup, pola interaksi, ataupun sikap dan cara kerja. Sikap dan cara kerja satu generasi dapat dinilai asal-asalan oleh generasi senior. Sedangkan sikap dan cara kerja generasi senior dapat dinilai berlebihan dan tidak efektif serta efisien oleh generasi yang lebih muda.

Selain itu, generasi senior cenderung loyal dan memiliki ketahanan kerja yang tinggi meski berada pada situasi yang penuh tekanan. Mereka juga bekerja secara terstruktur dan sistematis. Hal ini berbeda dengan generasi yang lebih muda yang cenderung reaktif dan lebih mudah berpindah kerja saat kondisi kerja tidak memenuhi harapan mereka. Generasi yunior bekerja dengan pengaruh budaya modern yang dapat bekerja dimana saja dan kapan saja. Sikap kerja yang berbeda ini yang menjadi salah satu penyebab konflik antar generasi di perusahaan.

Senioritas

Perkembangan teknologi yang kian melesat telah merombak tatanan birokrasi dan peraturan dalam sebuah perusahaan. Perusahaan yang biasanya memperhatikan senioritas untuk menduduki posisi penting telah mulai berganti dengan memberikan jabatan kepada karyawan berdasarkan kemampuan. Dalam era milenial ini, efisiensi dan efektifitas sangat menentukan keberlanjutan perusahaan. Dengan demikian, adalah hal yang mungkin terjadi ketika generasi X, generasi Y, dan bahkan generasi Z menduduki posisi strategis dalam perusahaan atau terlebih lagi menjadi atasan bagi senior mereka yakni baby boomers dan generasi tradisional. Mengapa hal demikian dapat terjadi? Kecakapan generasi yang lebih muda dalam menggunakan teknologi serta keterampilan mereka dalam menerapkan berbagai keahlian sekaligus berdampak positif terhadap produktifitas dan kemajuan perusahaan. Kondisi ini tentu saja bukanlah kondisi yang dengan mudahnya dapat diterima oleh generasi yang lebih senior. Karakteristik birokrasi dan senioritas yang melekat pada generasi senior akan membuat mereka tidak mudah takhluk dibawah pimpinan generasi „kemarin sore“. Senioritas adalah sebuah harga diri yang akan tetap dipertahankan. Hirarki dan birokrasi yang berharga bagi generasi senior justru menjadi sebuah momok yang harus dihilangkan. Untuk meminimalisir potensi ini apakah artinya perusahaan harus membuat para generasi senior pensiun dini? Tentu itu bukanlah jawaban dari masalah yang dihadapi perusahaan. Terdapat banyak pekerjaan yang karakteristiknya justru memerlukan keahlian dan kemampuan generasi senior. Dengan demikian, perusahaan tetaplah membutuhkan kehadiran mereka.

Istilah seperti “Anak-anak jaman sekarang….” Atau „Dasar ketinggalan jaman!“ mewakili kegelisahan akibat perbedaan antar generasi. Meski demikian, perbedaan ini dapat menjadi awal untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam dunia kerja saat ini. (yz)

8

A & O 1/Des17