sekaligus menerapkan berbagai keahlian sekaligus berdampak positif terhadap produktifitas dan kemajuan perusahaan. Kondisi ini tentu saja bukanlah kondisi yang dengan mudahnya dapat diterima oleh generasi yang lebih senior. Karakteristik birokrasi dan senioritas yang melekat pada generasi senior akan membuat mereka tidak mudah takhluk dibawah pimpinan generasi „kemarin sore“. Senioritas adalah sebuah harga diri yang akan tetap dipertahankan. Hierarki dan birokrasi yang berharga bagi generasi senior justru menjadi sebuah momok yang harus dihilangkan. Untuk meminimalisir potensi ini apakah artinya perusahaan harus membuat para generasi senior pensiun dini? Tentu itu bukanlah jawaban dari masalah yang dihadapi perusahaan. Terdapat banyak pekerjaan yang karakteristiknya justru memerlukan keahlian dan kemampuan generasi senior. Dengan demikian, perusahaan tetaplah membutuhkan kehadiran mereka.
Media Sosial
Media sosial adalah makanan sehari-hari bagi generasi yunior. Bagi generasi senior, media sosial adalah sebuah inovasi baru yang memerlukan banyak waktu untuk dapat memaksimalkan fungsinya. Sebagai generasi dimana media sosial telah melekat dalam kehidupannya, generasi yunior akan cenderung mudah mengungkapkan segala pikiran melalui media ini. Saat muncul sebuah permasalahan, generasi yunior cenderung tidak langsung menyampaikan masalahnya ke perusahaan namun lebih memanfaatkan media sosial sebagai ajang mengekspresikan perasaan dan pikiran. Kondisi ini berbeda jauh dengan generasi senior yang kadang masih memiliki konsep “tidak enak” dan “segan” dalam mengemukakan pemikiran secara blak-blakan.
Istilah seperti “Anak-anak jaman sekarang….” Atau „Dasar ketinggalan jaman!“ mewakili kegelisahan akibat perbedaan antar generasi. Meski demikian, perbedaan ini dapat menjadi awal untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam dunia kerja saat ini.
Berbagai potensi konflik ini tidak dapat dihindari. Meski demikian, hal ini bukan berarti bahwa konflik harus dibiarkan. Jika konflik tidak ditangani, hal ini kemungkinan dapat menghancurkan perusahaan itu sendiri. Dengan demikian, perbedaan generasi justru menjadi sebuah kekuatan baru yang harus digali dan dimaksimalkan dengan memperhatikan karakter dasar dari setiap generasi. Mengenali, menerima, dan memberdayakan adalah kunci dalam membangun sebuah budaya baru untuk memaksimalkan potensi tanpa mengesampingkan perbedaan yang ada. Menyadari akan keberadaan perbedaan antar generasi, menerima keberadaan tiap generasi dengan berbagai karakteristiknya, serta memberdayakan masing-masing generasi dengan mengoptimalkan kompetensi dan potensi yang dimiliki dapat menjadi kekuatan untuk memajukan perusahaan. (ai, yz)
9
A & O 1/Des17